TERKINI– Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat berdampak terhadap usaha tahu dan tempe di Kota Sukabumi. Pasalnya, bahan baku pembuatan tempe masih diimpor dari luar negeri. “ Kalau rupiah melemah, soalnya sebagian besar bahan baku kacang kedelai masih diimpor ,” kata Manajer Koperasi Pengrajin Tahu dan Tempe Indonesia (Kopti) Kota Sukabumi, Muhammad Badar, kepada Sukabumi Ekspres kemarin (12/7).
Berdasarkan informasi yang dihimpun, sebagian besar pasokan kedelai di Indonesia termasuk Sukabumi berasal dari impor khususnya dari Amerika Serikat. Sementara pasokan kedelai dari petani lokal jumlahnya masih terbatas. Para pengrajin tahu dan tempe khawatir jika kurs rupiah terhadap dolar Amerika berlangsung lama. Kondisi berpotensi terjadinya lonjakan harga kedelai di pasaran.‘’ Sebenarnya dalam sepuluh hari terakhir ini harga kedelai cenderung turun. Penurunan harga ini terjadi dua kali hingga Rp 100 per kilogram,’’ ujarnya.
Dikatakan Badar, saat ini harga terendah kedelai di pasaran Sukabumi Rp 7.400 per kilogram dan harga tertinggi Rp 7.650 per kilogram. Harga tersebut sudah turun sekitar Rp 200 per kilogram dari sebelumnya. Meskipun harga kedelai turun, para pengrajin tahu-tempe masih khawatir melihat perkembangan kurs Dolar AS yang menguat terhadap rupiah. ” Kalau sampai menembus Rp 15.000 per 1 Dollar, maka dikhawatirkan harga kedelai akan mengalami kenaikan,” jelas Badar.
Dijelaskan Badar, penurunan harga kedelai dalam sepuluh hari terakhir terjadi bukan karena pengaruh melemahnya nilai rupiah. Melainkan karena harga kedelai dari produsen di Amerika Serikat memang masih rendah. Namun bila nilai rupiah terus melemah maka pengrajin cemas akan berpengaruh pada harga kedelai. ” Jika harga kedelai naik maka akan berdampak pada produksi tahu-tempe. Para pengrajin tahu-tempe masih menunggu perkembangan nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS,” terangnya.
Sementara berdasarkan catatan Koperasi Tahu Tempe (Kopti) Kota Sukabumi, jumlah pengrajin tahu-tempe di Kota Sukabumi mencapai sebanyak 150 orang. Dalam sebulan kebutuhan kedelai mencapai sekitar 300 ton. Di sisi lain Badar menuturkan, saat ini pasokan kedelai memang mengandalkan dari impor. Sebabnya pasokan kedelai lokal masih sedikit. Selain itu dipengaruhi faktor kualitas dan produksi kedelai yang belum dilakukan secara berkelanjutan. Dampaknya para pengrajin masih memilih kedelai impor.‘’ Karena harga masih normal, maka pengrajin masih belum merubah ukuran tahu-tempe. Jika nantinya harga kedelai naik kemungkinan opsi tersebut akan dipilih para pengrajin agar bisa bertahan,” pungkas Badar.
Reporter
Dilla Novianti