TERKINI– Hampir setengah pemilih pada Pemilu tahun 2019 diprediksi dari kaum milenial. Tidak menutup kemungkinan kaum milenial mempunyai kendali yang penting dalam permainan catur politik di masa mendatang.
Bahkan, politik milenial tengah menjadi bahasan paling seksi akhir-akhir ini. Bagaimana tidak, banyak yang memprediksi bahwa pada pemilu 2019 nanti, 40 persen pemilihnya adalah kaum milenial. “Suara yang sangat menggiurkan,” kata Ketua Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Sukabumi Oksa Bahtiar Camsyah.
Namun menurut Oksa, bila kaum millenial ini tidak memiliki gelombang isu yang sama untuk didistribusikan kepada masyarakat, maka mereka hanya akan menjadi komoditas politik dan dikooptasi oleh beberapa pihak saja.”Mari kita lihat seorang Emmanuel Macron, Presiden termuda Perancis. Macron maju ke gelanggang politik tidak menggunakan kendaraan partai lamanya, namun ia mendirikan partai baru. Karena ia menyadari bahwa apabila ia maju menggunakan partai lamanya, maka publik sudah terlalu tidak memiliki interest terhadap partai lamanya itu, sehingga akan sulit untuk memenangkan suara,” kata Oksa Kepada Sukabumi Ekspres, kemarin (13/1).
Oksa menuturkan, pada tahun 2016, Macron mendirikan partai baru bernama En Marche, lalu dengan partai barunya itu juga Macron membawa gelombang isu yang baru yang benar-benar publik Perancis inginkan. Hasilnya, ia berhasil memenangkan pemilu Perancis di tahun 2017 dengan torehan suara berkisar di angka 60 persen. “Macron menjadi Presiden termuda Perancis saat usia 39 tahun,” tuturnya.
Menurut Oksa, intinya adalah, bila kaum milenial Indonesia mampu merekayasa peta politik melalui gelombang isu yang sama, tentunya haruslah konstruktif. Melalui cara itu, dia yakin kaum millenial akan masuk dan mampu mengendalikan catur permainan politik. “Semoga ini menjadi perhatian kaum milenial,” pungkasnya.(Heru Lesmana)