TERKINI– Karakter konsumen di Sukabumi terhadap kuliner berbeda dengan daerah lain. Berdasarkan survey pengamat bisnis kuliner dari Institut Manajemen Wiyata Indonesia (IMWI) Sukabumi, Bambang Somantri W, minat beli masyarakat di darah tersebut terhadap produk kuliner paling lama enam bulan. Setelah merasa bosan, masyarakat akan meninggalkan produk tersebut.”Saya sudah melakukan survei ke beberapa tempat kuliner, daya dan minat beli masyarakat akan kuliner hanya bertahan enam bulan. Kalau sudah pernah nyobain dan tahu rasanya, setelah itu mereka bosan dan mencari kuliner baru,” kata Bambang kepada wartawan, kemarin (20/12).
Kondisi ini kata Bambang harus menjadi perhatian bagi pengusaha kuliner. Selain mengutamakan rasa, juga harus bisa melakukan penganekaragaman makanan. Pemilik usaha kuliner juga harus menggunakan pola berbisnis yang berkelanjutan. Hal ini seperti yang dilakukan oleh pengusaha masakan Sunda yang bisa bertahan lama karena cita rasanya tidak membosankan.”Banyak rumah makan di Sukabumi yang sudah ada sejak lama. Bisa bertahan dalam kurun waktu puluhan tahun karena orang Sunda akan mencari masakan yang memiliki rasa khas Sunda,” ujarnya.
Saat ini banyak usaha kuliner yang ramai saat baru dibuka, tapi seteleh beberapa bulan pengunjung sepi bahkan tidak sedikit yang langsung gulung tikar. Sejumlah rumah makan, seperti masakan Korea danThailand hanya mampu bertahan beberapa bulan setelah dibuka. “Semestinya para pemilik usaha kuliner dalam jangka waktu tiga bulan harus menampilkan menu baru biar tidak ditinggalkan pelanggan yang cenderung bosenan,” tutur Bambang.
Bambang menyarankan agar pengusaha kuliner tidak menunggu minat konsumen menurun. Pemilik restoran atau rumah makan harus berinisiatif membuat produk yang bervariasi. ” Berbeda dengan bisnis fashion, kepribadian seseorang itu biasanya tercermin dari cara berpakaian. Model pakaian orang biasanya tidak berubah-ubah, kecuali dia seorang modeling,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah sama terhadap bioskop, Bambang menjelaskan, bisnis hiburan cenderung dibutuhkan. Sehingga, bisnis hiburan yang satu ini jarang yang gulung tikar. Sebab, film yang ditonton selalu berganti. “Generasi yang menikmati hiburan umumnya generasi produktif sehingga mereka selalu punya waktu untuk menonton. Saya sudah mencoba survei ke beberapa mahasiswa, hasilnya semua menjawab suka. Tapi sayang, di Kota Sukabumi belum ada sehingga mereka harus ke Bogor atau Bandung kalau mau nontn film,” terangnya.(*)